sama halnya dengan pengusaha bisnis offline, banyak pemilik toko online
yang menetapkan harga produk tanpa pembulatan, misalnya dengan mencantumkan
angka 9 di dua atau tiga digit terakhir nominal harga. Penetapan harga dengan
teknik semacam ini bukanlah tanpa alasan. Cabang ilmu psikologi menyebutkan,
banyaknya jumlah angka 9 yang tertera pada harga produk berbanding lurus dengan
penjualan produk tersebut.
Strategi menetapkan harga tanpa pembulatan dikenal dengan sebutan Odd Pricing.
Nominal harga yang tergolong ganjil ini ditetapkan oleh penjual sedikit di
bawah harga penjualan sesungguhnya. Secara psikologis, pembeli akan berasumsi
bahwa produk yang akan ia beli harganya lebih murah.
Ketika pembeli melihat nominal Rp 19.999, ia akan berpikir bahwa produk
tersebut masih berharga belasan ribu rupiah. Padahal, harga produk yang
sesungguhnya adalah Rp 20.000. Meski hanya terpaut satu sen, pembeli menganggap
harga Rp 19.999 lebih murah dari Rp 20.000. Aspek psikologi konsumen semacam
inilah yang ingin dimunculkan penjual.
Seberapa efektifkah penetapan harga produk yang “tanggung” ini terhadap
penjualan? Uniknya, berbagai riset di bidang psikologi pemasaran membuktikan
bahwa strategi Odd
Pricing turut berperan dalam tingginya penjualan produk. Riset yang
dilakukan pada tahun 1997 oleh Marketing Bulletin menunjukkan, 60,7% harga
produk yang beredar di pasaran diakhiri oleh angka 9. Bahkan jauh sebelum itu,
riset yang dilakukan di Inggris pada tahun 1969 menyebutkan bahwa hampir
seluruh harga pasar yang ditetapkan penjual berada pada kisaran harga
“tanggung”, yaitu 11,5 pound sterling. Sementara di Amerika, penetapan harga
“tanggung” ini masih berlaku hingga sekarang. Hal ini tercermin dari harga
bensin yang terpampang di SPBU lokal, yang banyak diakhiri oleh angka 0,009
USD.
No comments:
Post a Comment
Silahkan anda berbagi di sini ....???
Note: only a member of this blog may post a comment.