Mengingat kelemahan
KUHAP tersebut, dalam menjalankan tugasnya penyidik harus dengan
cerdik menggunakan definisi dokumen elektronik yang dapat diterima
sebagai alat bukti. Pada dasarnya dalam praktik peradilan hakim sudah
menerima dokumen elektronik sebagai alat bukti, meskipun hal ini
mungkin dilakukan tanpa sadar. Dalam kasus-kasus pidana yang
berhubungan dengan perbankan umumnya rekening Koran atau dokumen
apapun yang berisikan data nasabah berikut laporan keuangannya
dihadirkan sebagai alat bukti surat.
Padahal yang
dimaksud dengan rekening koran sebenarnya adalah cetakan (print out)
laporan keuangan nasabah yang dalam bentuk aslinya berupa dokumen
elektronik (file komputer).
Prosedur system
perbankan modern saat ini seluruhnya menggunakan komputer sebagai
petugas yang secara otomatis mendebat rekening nasabah (misalnya
pengambilan lewat ATM atau pengambilan melalui cek dan giro), atau
secara otomatis menambahkan bunga atas dana nasabah. Seluruh proses
ini dicatat oleh komputer dan disimpan dalam bentuk file.
Dengan demikian
seluruh proses pembuktian kasus-kasus perbankan dalam kaitannya
dengan dana nasabah sangatlah mustahil didasarkan pada dokumen yang
aslinya berbentuk kertas. Kalaupun ada dokumen berbentuk kertas maka
itu hanyalah cetakan file komputer pada bank yang bersangkutan.
Dengan diterimanya
rekening Koran tersebut sebagai alat bukti surat maka hal ini dapat
menjadi dasar bagi penyidik untuk menggunakan cetakan file komputer
sebagai alat bukti surat.
Doktrin tentang hal
ini juga diberikan oleh Subekti. Menurut Subekti pembuktian adalah
upaya meyakinkan Hakim akan hubungan hukum yang sebenarnya antara
para pihak dalam perkara, dalam hal ini antara bukti-bukti dengan
tindak pidana yang didakwakan.
Dalam
mengkonstruksikan hubungan hukum ini, masing-masing pihak menggunakan
alat bukti untuk membuktikan dalil-dalilnya dan meyakinkan hakim akan
kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan. Untuk itu hakim patut
menerima dalil-dalil para pihak (jaksa ataupun terdakwa) tanpa harus
dikungkung oleh batasan alat-alat bukti sepanjang dalil tersebut
memenuhi prinsip-prinsip logika.
Untuk memperjelas
pendapat Subekti tersebut, ilustrasi dibawah ini mungkin akan
memberikan pemahaman yang lebih memperluas cakrawala berpikir :
Pernah dipersoalkan, apakah selain lima macam “alat bukti” yang
disebutkan dalam pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal
164 RIB (Kini oleh KUHAP diatur dalam Pasal 184 ayat (1) atau pasal
283 RDS, tidak terdapat lagi alat-alat bukti lainnya.
Persoalan tersebut
lazimnya dijawab, bahwa penyebutan alat-alat bukti dalam pasal-pasal
tersebut tidak berarti melarang alat-alat bukti lainnya yang bukan
tulisan. Pasal 1887 Kitab Undang-undang Hukum Perdata misalnya
menyebutkan “tongkat berkelar” yang dapat dipakai untuk
membuktikan penyerahan-penyerahan barang. Ada juga yang mengatakan
bahwa bukti lain itu yang tidak berupa tulisan, kesaksian, pengakuan,
atau sumpah, seyogyanya saja dianggap sebagai “persangkaan”,
tetapi pendapat yang demikian itu tidak tepat.
Kita juga tidak
boleh melupakan bahwa undang-undang yang kita pakai sekarang ini
dibuat seratus tahun yang lalu. Dengan kemajuan dalam berbagai bidang
teknologi yang pesat dalam setengah abad yang lalu ini muncullah
beberapa alat baru, seperti fotocopy, tape recorder, dan lain-lain
yang dapat dipakai sebagai alat bukti.
STUDI KASUS
Studi atas beberapa
kasus menunjukkan adanya masalah kekuatan pembuktian dan bahkan
yurisdiksi dalam penanganan kejahatan ini. Satu jenis kasus yang
banyak dikeluhkan adalah ditembusnya system keamanan situs-situs web
tertentu dan kemudian diubahnya data yang terdapat dalam situs
tersebut.
Situs Web departemen
Luar Negeri (www.deplu.go.id) merupakan salah satu situs web yang
paling banyak mendapat serangan para hacker Portugal. Belum lepas
dari ingatan pada periode 1997-1998 ketika dokumen elektronik berupa
halaman web (web pages) dalam situs tersebut adalah informasi resmi
pemerintah Indonesia.
Bahkan foto Menlu
Ali Alatas dalam situs tersebut diubah sedemikian rupa menjadi tidak
senonoh. Perbuatan hacker ini memenuhi dua kualifikasi kejahatan
komputer.
Pertama, terjadinya
perbuatan memasuki jaringan komputer orang lain tanpa ijin. Kedua,
memanipulasi data yang terdapat dalam system komputer orang lain.
Secara teknis hal ini dapat dilakukan dengan cara memasuki situs
tersebut dan kemudian dengan tepat mengisi password yang diminta.
Mengingat ketatnya
system keamanan situs Deplu tersebut maka satu analisa yang bisa
diterima adalah adanya factor “orang dalam” yang memungkinkan
hacker tersebut dapat menembus system keamanan. Mengingat situs Deplu
merupakan bagian dari jaringan IPTEKNET yang menghubungkan BPPT, UI,
ITB, dan lembaga negara lainnya, situs ini rentan terhadap orang
dalam yang menyusupkan program pemecah password (cracker) di dalam
system IPTEKNET.
Program cracker ini
bertugas memeriksa direktori yang berisikan password yang sudah
diacak dan merekonstruksinya menjadi password yang dapat terbaca.
Atau dapat pula orang tersebut mengambil data password yang sudah
diacak dari dalam system dan kemudian mengirimkannya kepada pihak
lain untuk dipecahkan.
Setelah password
dipecahkan maka dengan mudah pihak tersebut memasuki situs Deplu dan
mengubah data yang ada sesukanya. Dari sudut teknis penyidik harus
mengambil langkah-langkah dengan cepat dan tepat sehingga jejak si
penyusup atau orang dalam yang bermain belum terhapus.
Yang pertama kali
harus diperiksa adalah log in data yang tersimpan di dalam komputer
yang disusupi. Log in data adalah informasi yang tercatat di dalam
komputer yang disusupi (maupun komputer yang digunakan untuk
menyusup) dan berisikan informasi nomor mesin apa saja yang telah
memasuki suatu komputer tersebut. Dalam jaringan komputer seperti
internet setiap komputer yang terhubung dari seluruh dunia diberikan
identitas unik (misalnya 126.222.345).
Data ini akan
tercatat dalam komputer yang disusupi termasuk aktifitas yang
dilakukan sang penyusup. Mengingat begitu banyaknya komputer yang
saling terhubung maka log in data ini akan menghasilkan catatan
berupa file yang sangat besar ukurannya. Hal ini menyebabkan
pengelola situs web biasanya menghapusnya seminggu sekali.
Untuk itu log in
data ini harus segera disalin kedalam media penyimpan, misalnya
disket, untuk kemudian disimpan sebagai bukti. Setelah log in data
diperiksa maka akan diketahui identitas sang penyusup berupa nomor
mesin yang ia gunakan untuk memasuki jaringan.
Namun masalah baru
yang biasanya timbul adalah nomor tersebut terdaftar atas nama
universitas dengan ribuan mahasiswa sebagai penggunanya, atau
tercatat digunakan oleh orang-orang dengan identitas fiktif, misalnya
sebagai penyewa jaringan internet dari internet provider.
Belum lagi mengingat
koneksi internet melibatkan negara-negara di seluruh dunia maka dapat
saja nomor tersebut tercatat di negara lain seperti Venezuela. Dengan
demikian dalam kasus ini diperlukan kerja sama antar negara untuk
dapat menangkap si pelaku.
Keterangan
Ahli sebagai Pendukung
Mengingat teknologi
komputer merupakan sebuah disiplin yang memerlukan keahlian tertentu,
untuk itu perlu dihadirkan Keterangan Ahli dalam rangka memperjelas
tindak pidana yang terjadi dan meyakinkan hakim. Pendapat yang banyak
berkembang saat ini adalah sangat sempitnya ruang yang dapat
digunakan penyidik membuktikan adanya tindak pidana yang berkaitan
dengan komputer. Untuk itu dalam hampir semua kasus keterangan ahli
merupakan titik sentral atau bahkan tulang punggung pembuktian.
No comments:
Post a Comment
Silahkan anda berbagi di sini ....???
Note: only a member of this blog may post a comment.